Pengertian Penalaran
Penalaran didefinisikan sebagai kegiatan, proses atau aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru berdasar pada beberapa pernyataan yang diketahui benar ataupun dianggap benar. Pernyataan yang diketahui benar ataupun dianggap benar itu biasanya disebut premis .
A. Penalaran Induksi
Penalaran induksi adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus. Penalaran induksi dapat digambarkan dalam diagram berikut
1.1. Penalaran Induksi Generalisasi
Pada penalaran ini kita memerlukan fakta-fakta yang bersifat khusus tentu saja memiliki kesamaan, kemudian kita hubung-hubungkan sehingga mendapatkan kesimpulan.
Contoh :
Emas apabila dipanaskan memuai. Perak apabila dipanaskan memuai. Perunggu apabila dipanaskan memuai. Begitu pula dengan besi, alumunium, platina, apabila dipanaskan memuai. Semua jenis logam dipanaskan memuai. Pengiriman surat permohonan gugatan, jawaban tergugat, replik, duplik, pembuktian, putusan hakim. Hal tersebut merupakan kasus perdata.
1.2. Penalaran Induksi Analogi
Dalam penalaran induksi analogi kita membandingkan dua hal atau lebih yang banyak persamaannya. Kita dapat menarik kesimpulan apabila sudah ada persamaan dalam berbagai segi, akan ada pula persamaan dalam bidang yang lain.
1.3. Penalaran Induksi Sebab-akibat/ Akibat –sebab
Hubungan sebab-akibat mulai dari beberapa fakta yang menjadi sebab yang kita ketahui. Dengan menghubungkan fakta yang satu yang lain dapatlah kita sampai kepada kesimpulan yang menjadi akibat dari fakta itu, atau sebaliknya.
Contoh penalaran induksi sebab-akibat :
Korupsi, kolusi, dan nepotisme mengakibatkan reformasi.
Contoh penalaran induksi akibat-sebab :
Setiap umat hidup rukun. Setiap bangsa Indonesia memiliki adat istiadat. Setiap warga Negara berdeda pendapat tetapi satu tujuan. Setiap warga bermusyawarah untuk mufakat. Setiap bangsa Indonesia memperoleh keadilan yang merata. Ini karena pancasila berusaha menjamin hidup di Indonesia.
2. Penalaran deduksi :
1.1 Penalaran deduksi dengan satu premis
Contoh diambil dari surat Ali Imron ayat 185
Kebakhilan dan Dusta serta balasannya
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati, dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Siapa pun orangnya dijauhkan dari neraka dan dimasukan ke dalam surge, maka sunggguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”.
Paragraf di atas terdiri dari tiga kalimat. Kalimat pertama terdiri dari klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas dapat dijadikan premis :
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.
Kesimpulan
1. Manusia akan merasakan mati.
2. Hewan akan merasakan mati.
3. Tumbuh-tumbuhan akan merasakan mati.
4. Makhluk hidup akan merasakan mati.
5. Benda mati tidak akan merasakan mati.
6. Bukan makhluk hidup apabila tidak akan merasakan mati.
7. Benda mati sudah pasti mati.
1.1 Penalaran Deduksi dengan dua premis / silogisme.
1.1.1 Silogisme Kategorial
1.1.2 Silogisme Hippotesis
1.1.3 Silogisme Alternatif
Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penalaran yagn menghubungkan dua proposisi yang berlainan untuk memperoleh inferensi yang menjadi pernyataan ketiga. Kedua proposisi yang telah ada disebut premis sedangkan proposisi yang dihasilkan dari inferensi disebut konklusi.
Proposisi : Pernyataan
Inferensi : simpulan yang disimpulkan
Konklusi : kesimpulan yang diperoleh berdasarkan metode berfikir induktif atau deduktif
Silogisme positif
A. KONSEP DAN SIMBOL DALAM PENALARAN Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
B. SYARAT – SYARAT KEBENARAN DALAM PENALARAN Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah. Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
C. PELATIHAN PENALARAN Penalaran merupakan kemampuan berpikir atau keterampilan intelektual yang dapat ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan secara langsung dan intensif. Adapun yang dimaksud dengan pelatihan penalaran adalah serangkaian tugas mengerjakan soal-soal atau problem-problem penalaran yang diakukan secara berulang-ulang, sehingga seseorang atau sekelompok orang menjadi lebih terampil di dalam menarik kesimpulan-kesimpulan menurut prinsip-prinsip penalaran.
D. SALAH NALAR
Salah nalar Kekeliruan dalam proses berpikir karena emosional, kecerobohan, atau ketidaktahuan.
Contoh: Menulis adalah keterampilan berbahasa yang paling sulit di antara keterampilan berbahasa yang lain.
Macam-macam salah nalar
1. Generalisasi yang terlalu luas. Semua anak yang jenius akan sukses dalam belajar. Semua pejabat pemerintah korup.
2. Kerancuan analogi. Negara adalah kapal berlayar menuju tanah harapan.
3. Kekeliruan kausalitas. Saya tidak bisa berenang karena saya bukan keturunan perenang.
4. Kesalahan relevansi. Saya memilih dia karena dia baik dengan saya.
5. Pembenaran. Semua juga begitu.
6. Kurang memahami persoalan. Pendekatan komunikatif adalah pembelajaran bahasa yang diarahkan pada bagaimana berbicara.
7. Prestise seseorang. Hendaknya cermat dalam mengutip pendapat orang.
Sumber
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
http://firna-blog.blogspot.com/2012/03/pengertian-induktif-dan-deduktif.html
http://komunitasfilsafat.blogspot.com/2011/03/apa-itu-penalaran.html Firman, M. Bahasa Indonesia 2B dan 2C. Jakarta : PT. Intimedia Cipta Nusantara, 1977.
Kosasih, E. Kompetensi Ketata Bahasaan. Cermat Berbahasa Indonesia. Cetakan 1. Bandung : CV. Yaama Widya, 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar